Vigor Benih


Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur berupa; benih yang berkecamabah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada berbagai lingkungan yang memadai, selain itu juga harus diperhatikan semua atribut perkecambahan secara morfologi dan fisiologis yang mempengaruhi kecepatan, keseragaman pertumbuhan benih pada berbagai lingkungan, ini merupakan tolak ukur ketahanan benih (fisiologis) atau kesehatannya (Delouche  dalam Kuswanto, 1996).

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman mormal meskipun keadaan biofisik lapangan sub optimal atau suatu periode simpan yang lama (Sutopo, 2002). Semai dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari penampilan fenotipe kecambah atau bibitnya (Sadjat, 1993).
Sutopo (2002), menyatakan bahwa pada hakekatnya vigor benih harus relefan dengan tingkat produksi yang tinggi. Vigor yang tinggi dicirikan antara lain oleh:
  1. Tahan disimpan lama
  2. Tahan terhadap serangan hama dan penyakit
  3. Cepat dan merata tumbuhnya
  4. Mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.
Benih yang memiliki vigor rendah menurut Copeland (1980) akan berakibat terjadinya:
a). Kemunduran benih
b). Makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh
c). Kecepatan berkecambah menurun
d). Kepekaan akan serangan hama
e). Meningkatnya jumlah kecambah abnormal
f). Rendahnya produksi tanaman

sumber: http://www.silvikultur.com/vigor_benih.html
Baca SelengkapnyaVigor Benih

Hewan Primata

Primata adalah mamalia yang menjadi anggota ordo biologi Primates. Di dalam ordo ini termasuk lemur, tarsius, monyet, kera, dan juga manusia. Kata ini berasal dari kata bahasa Latin primates yang berarti "yang pertama, terbaik, mulia". Colin Groves mencatat sekitar 350 spesies primata dalam Primate Taxonomy. Ilmu yang mempelajari primata dinamakan primatologi.

Seluruh primata memilik lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang sama dan rancangan tubuh primitif (tidak terspesialisasi). Kekhasan lain dari primata adalah kuku jari. Ibu jari dengan arah yang berbeda juga menjadi salah satu ciri khas primata, tetapi tidak terbatas dalam primata saja; opossum juga memiliki jempol berlawanan. Dalam primata, kombinasi dari ibu jari berlawanan, jari kuku pendek (bukan cakar) dan jari yang panjang dan menutup ke dalam adalah sebuah relik dari posisi jari (brachiation) moyangnya di masa lalu yang barangkali menghuni pohon. Semua primata, bahkan yang tidak memiliki sifat yang biasa dari primata lainnya (seperti loris), memiliki karakteristik arah mata yang bersifat stereoskopik (memandang ke depan, bukan ke samping) dan postur tubuh tegak.

contoh primata antara lain sebagai berikut:

1. BERUK



Secara alamnya, Beruk Kentoi didapati di hutan-hutan daun lebar malar hijau tropika dan subtropika. Di dalam hutan-hutan hujan malar hijau tropika, beruk ini tinggal di kawasan yang tinggi sehingga 1,500 meter (4,921 kaki), sedangkan di hutan-hutan malar hijau subtropika, beruk ini tinggal antara 1,800 dan 2,500 meter (5,905 dan 8,202 kaki), bergantung kepada keadaan hujan di kawasan itu.

Beruk Kentoi bergantung kepada hutan hujan untuk makanan serta tempat perlindungan, dan tidak didapati di hutan-hutan kering kecuali di kawasan Himalaya, India. Beruk ini tidak menghabiskan banyak masa di hutan-hutan sekunder dan hanya berbuat demikian jika hutan sekunder itu bersempadan dengan hutan tropika primer.


2. BEKANTAN


Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Kalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, terkadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.

Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan.







3. GORILLA

Gorila adalah jenis primata yang terbesar. Makanan gorila terdiri dari sayur-sayuran, walaupun kadang juga makan serangga. Karena itu gorila dapat digolongkan sebagai binatang omnivora. Gorila berasal dari hutan tropis di Afrika. 97-98% DNA gorila identik dengan DNA manusia. Gorila adalah spesies kedua setelah simpanse yang terdekat dengan manusia. Ada dua spesies dalam genus gorila, yaitu gorila timur (eastern gorila) dan gorilla barat (western gorila).


4. KAPUCIN


5. DIGE


6. KUKANG


Kukang—kadang-kadang disebut pula malu-malu—adalah jenis primata yang bergerak lambat. Warna rambutnya beragam, dari kelabu keputihan, kecoklatan, hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis coklat melintang dari belakang hingga dahi, lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Berat tubuh 0,375-0,9 kg, panjang tubuh dewasa 19-30 cm.

Di Indonesia, satwa ini dapat ditemukan di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Satwa ini menjadi incaran untuk dijadikan hewan peliharaan.

Undang-undang Indonesia melindungi satwa ini berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1990. Status CITES: Appendix II/Tahun 2001, status IUCN: Rentan (Vulnerable)/Tahun 2002.


7. LEMUR COKLAT


Lemur yang berasal dari bahasa latin lemures, adalah hewan dari ordo primata yang hidup dan tinggal di Madagaskar, Afrika. Arti dari kata lemures ini adalah makhluk atau arwah di malam hari atau hantu. Hal ini mungkin karena bentuk mata dari hewan ini dapat memantulkan cahaya di malam hari disertai dengan suara tangis/teriakan dari binatang lemur


8. LUTUNG JAWA



Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet Dunia Lama yang membentuk genus Trachypithecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.

Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya, surili.

Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutaman untuk mengingatkan agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.

Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.

Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.


9.MONYET JEPANG

Monyet Jepang (Macaca fuscata) adalah salah satu spesies monyet dari familia Cercopithecidae yang endemik di Jepang. Monyet ini sering disebut Monyet Salju karena hidup di tengah kawasan bersalju. Monyet Jepang terdiri dari dua subspesies:

* Macaca fuscata fuscata
* Macaca fuscata yakui (Monyet Yakushima)

Monyet Jepang adalah hewan hewan siang (diurnal) yang hidup di dalam hutan. Habitatnya di hutan subtropis, hutan subelfin, hutan musim, dan hutan selalu hijau yang berada di bawah ketinggian 1.500 m. Makanan berupa daun-daunan, biji-bijian, akar-akaran, tunas pohon, buah-buahan, serangga, buah beri, hewan invertebrata, jamur, telur burung, kulit pohon, dan serealia
hobinya mandi air panas gan ga mau kalah sama manusia


10. ORANG UTAN


Orang utan (atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di Indonesia dan Malaysia.Orang utan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl


11. OWA JAWA


Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan jenis primata arboreal yang tinggal di hutan tropis, makanannya berupa buah, daun dan serangga. Satu keluarga Owa Jawa umumnya terdiri dari sepasang induk dan beberapa anak yang tinggal dalam teritori mereka. Owa jawa merupakan satwa endemik pulau Jawa. Dalam daftar satwa terancam mereka termasuk kategori kritis (IUCN,2004). Ancaman bagi mereka di dalam adalah kehilangan habitat, perburuan dan perdagangan untuk dijadikan satwa peliharaan. Beberapa hasil survey perkiraan populasi mereka di alam tersisa lebih kurang 4000 individu. Populasi kecil yang tersisa di alam dan terisolasi membuka peluang bagi mereka mengalami kepunahan.


12. SIMPAI


habitat: gunung Tandikat,Minangkabau Sumatra barat


13. SIMPANSE


Simpanse (sering disingkat dalam Bahasa Inggris, chimp) adalah nama umum dari 2 spesies kera dalam genus Pan. Simpanse adalah hewan yang sering ditemui di hutan tropis. Biasanya kulitnya berwarna hitam kecoklatan, dan berbulu hitam. Simpanse yang paling dikenal adalah dari golongan Pan troglodytes, yang habitat terbanyaknya adalah di daerah Afrika Barat, dan Afrika Tengah. Dari pihak sepupu terdekat dengan simpanse, dikenal pula Bonobo atau "Pygmy Chimpanzee" yang berasal dari golongan Pan paniscus, dan banyak ditemukan di Kongo. Sungai Kongo menandai batas dari kedua golongan simpanse tersebut.


14. TARSIUS


Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Meskipun grup ini dahulu kala memiliki penyebaran yang luas, semua spesies yang hidup sekarang ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara.

sumber: http://archive.kaskus.us/thread/3084185,
             http://id.wikipedia.org/wiki/Primata

Baca SelengkapnyaHewan Primata

Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus)

Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus.
Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah menyebelah tubuhnya.
Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.                                                                                                      

Musang luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris


Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat dan bersifat arboreal, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah. Musang juga bersifat nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan dan lain-lain aktivitas hidupnya.
Dalam gelap malam tidak jarang musang luwak terlihat berjalan di atas atap rumah, meniti kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke lain bangunan, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah. Musang luwak juga menyukai hutan-hutan sekunder.

Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri ayam, walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya, pisang, dan buah pohon kayu afrikaMaesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah aneka serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus. 

Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang keras, seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka biji-bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon musang luak memilih buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah kopi luwak dari Jawa, yang menurut ceritera dari mulut ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang luwak, dan telah mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya!

Akan tetapi sesungguhnya ada implikasi ekologis yang penting dari kebiasaan musang tersebut. Jenis-jenis musang lalu dikenal sebagai pemencar biji yang baik dan sangat penting peranannya dalam ekosistem hutan. Pada siang hari musang luwak tidur di lubang-lubang kayu, atau jika di perkotaan, di ruang-ruang gelap di bawah atap. Hewan ini melahirkan 2-4 anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri.

Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, musang luwak mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya.


.
Baca SelengkapnyaMusang luwak (Paradoxurus hermaphroditus)

Pengawetan Kayu

Pengawetan Kayu

Tujuan utama pengobatan pengawet kayu adalah untuk meningkatkan kehidupan material dalam pelayanan, sehingga menurunkan biaya utama produk dan menghindari kebutuhan pengganti sering pada konstruksi permanen dan semi permanen.
Terlepas dari kenyataan bahwa material yang diperlakukan mungkin jauh lebih besar dalam biaya pertama daripada saham tidak diobati, pengalaman menunjukkan bahwa kehidupan pelayanan berkepanjangan diperoleh dengan pelestarian hampir selalu menghasilkan penghematan keuangan yang berbeda untuk konsumen produk.
Peningkatan dalam kehidupan pelayanan kayu memiliki dampak yang signifikan lain bidang pemanfaatan kayu, di yang telah dibuat tersedia untuk menggunakan sejumlah besar spesies yang sebelumnya dianggap lebih rendah semata-mata karena mereka tidak memiliki daya tahan alami. Selain itu, sekarang dikenal bahwa manfaat dari pengobatan dapat diperpanjang bahkan untuk kayu tahan lama.
Persyaratan dari pengawet kayu yang baik
Bahan pengawet kayu adalah zat kimia yang, bila diterapkan pada kayu, membuatnya tahan terhadap serangan jamur, serangga, atau penggerek laut. Efek perlindungan dicapai dengan membuat kayu beracun atau penolak untuk organisme yang menyerang.
Pengawet kayu harus: 1) beracun untuk kapal kayu, 2) tetap, 3) penetrasi, 4) simpan untuk menangani dan menggunakan, 5) tidak berbahaya untuk kayu dan logam, 6) berlimpah, 7) ekonomi. Untuk artikel bangunan dan diproduksi, pengawet mungkin juga perlu: 8) bersih, 9) tidak berwarna, 10) tidak berbau, 11) paintable, 12) tahan api, 13) memukul mundur kelembaban.

Klasifikasi pengawet
Pengawet kayu dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama:
1) pengawet minyak ditanggung
à pentaklorofenol, kreosot, tar batubara, dll
2) air ditanggung pengawet
à asam borat, CCA (arsenate tembaga dikrom)
Pengawet terbawa air lebih populer, karena mereka memiliki beberapa kelebihan: murah, banyak, penetrasi yang baik, bebas dari kebakaran, ledakan dan bahaya kesehatan.
Metode pengawetan kayu dapat diklasifikasikan secara kasar sebagai: proses non-tekanan, proses tekanan, dan proses lain-lain.
1. Tekanan non proses:
1. Sikat dan proses sigap
Menyikat atau penyemprotan pengawet pada permukaan kayu, di mana cair ditarik ke dalam kayu dengan aksi kapiler.
2. Dipping proses
merendam kayu di dalam bak pengawet selama beberapa detik atau menit
3. Proses seduhan
Merendam kayu dalam tangki pengawet dan membiarkannya rendam selama beberapa hari / minggu.
4. Mandi panas dan dingin (proses Thermal)
Merendam kayu selama beberapa jam di kamar mandi berturut-turut pengawet panas dan dingin.
5. Proses Difusi
Setelah direndam, kayu diperlakukan dibiarkan tertutup untuk beberapa hari, di mana berdifusi pengawet ke dalam air kayu hijau dan dengan demikian menembus produk.

a. Full-sel proses:
a. Vakum awal periode
b. Mengisi silinder dengan bahan pengawet
c. Tekanan meningkat menjadi maksimum
d. Maksimum tekanan dipertahankan
e. Tekanan dirilis
f. Pengawet ditarik
g. Akhir periode vakum
h. Vacuum dirilis
Simak
Baca secara fonetik
Terjemahkan situs web mana pun
Lakukan banyak hal dengan Google Terjemahan
  • http://www.google.com/images/icons/illustrations/translate_robot-lb80.pngAhli bahasa, robot, atau alien? Pelajari tentang teknologi di balik Google Terjemahan dan bagaimana Anda dapat membantu kami menyempurnakan mutu.
  • http://www.google.com/images/icons/illustrations/sushi-80.pngCari resep sushi terbaik di dunia, tentunya dalam bahasa Jepang! Bebaskan kekuatan Penelusuran yang Diterjemahkan Google.
  • http://www.google.com/images/icons/illustrations/suitcase-br80.pngBuku bahasa dalam kantong Anda! Pasang aplikasi Android kami sebelum perjalanan Anda ke Rio.
  • http://www.google.com/images/icons/illustrations/globedonors-b80.pngBangun bisnis global Anda. Iklankan ke berbagai bahasa menggunakan Google Peluang Pasar Global.


Dalam proses full-sel, tujuannya adalah untuk mempertahankan sebanyak cairan dipaksa ke dalam kayu selama periode tekanan mungkin, sehingga membuat konsentrasi maksimum pengawet atau retensi di zona diobati.
Kekosongan awal diterapkan untuk pembuangan udara dari lapisan luar dari kayu. Hal ini memudahkan masuknya pengawet ke dalam kayu dan menghilangkan efek bantalan udara dalam kayu.
Proses ini cocok untuk air ditanggung pengawet seperti CCA
2. Tekanan proses:
Proses ini adalah yang paling sukses dan banyak digunakan. Pengobatan dilakukan pada sebuah silinder tertutup.
Proses tekanan dapat dibagi menjadi dua kelompok utama: proses full-sel dan proses kosong-sel.
Keuntungan dari proses tekanan:
1. Lebih dalam dan lebih seragam penetrasi
à perlindungan yang lebih efektif
2. Retensi dan penetrasi dapat dikendalikan untuk memenuhi kebutuhan layanan
    
à lebih ekonomis penggunaan pengawet
3. Memungkinkan untuk hamil kayu tak berbumbu

Kekurangan dari proses tekanan:
1. Biaya tinggi kebutuhan untuk peralatan
2. Kebutuhan transportasi kayu untuk jarak jauh ke dan dari merawat tanaman
b. Kosong-sel proses:
Yang berbeda penting antara proses Lowry dan proses Rueping adalah dalam penerapan tekanan udara sebelum pengawet kayu adalah memperkenalkan.
Proses-sel kosong cocok untuk pengawet minyak ditanggung.
b. Kosong-sel proses (lanjutan)
Baik Lowry dan proses Rueping yang diperlukan ketika tujuannya adalah untuk mengamankan sebagai penetrasi sedalam mungkin dengan retensi akhir terbatas cair. Minyak pengawet-ditanggung biasanya digunakan dalam proses ini.

3. Miscellaneous proses:
1. Sap penggantian (Boucherie) proses
Dikembangkan untuk pohon berdiri atau log perawatan
2. Proses Cellon
Tekanan proses dengan gas cair
Catatan:
Retensi adalah jumlah garam kering (pengawet) per meter kubik kayu
Kedalaman penetrasi menembus pengawet ke dalam kayu

sumber: bahan kuliah Dasar-dasar pengelolaan kayu 2010
Baca SelengkapnyaPengawetan Kayu